Saturday, October 3, 2009

Nipun Mehta


Siapa Saya ? Sejak 31 dec 1975, saya telah dipanggil sebagai Nipun Mehta. Sebagaimana ilmu pengetahuan mengatakan bahawa saya pada dasarnya adalah 99.9% ruang hampa dan 0.1% getaran dengan aliran yang konstan. Jadi, secara teknis saya adalah seorang pencari jawaban atas pertanyaan ini.

Apa yang telah saya lakukan dalam hidup? Saat di Sekolah menengah, saya mengantar koran. Saat di sekolah atas, tujuan hidup saya adalah menjadi petenis profesional atau menjadi Yogi di Himalaya. 17 tahun kehidupanku telah berubah dalam berbagai cara yang tidak bisa saya jelaskan dalam satu kalimat. Sesudahnya, saya mendapat gelar dari UC Berkeley di bidang Computer Science and Philosophy. Sebuah pekerjaan di Sun Microsystems pada tahun ketiga kuliahku menghasilkan uang jauh lebih banyak dari yang saya bisa pergunakan. Jadi saya lakukan satu-satunya cara yang memungkinkan, - memberikannya. Saya memberikan sedikit buang, kemudian sedikit waktu, dan kemudian seluruh diriku.
Pada April 1999, 3 sahabat bergabung bersamaku dalam sebuah project untuk membangun sebuah website bagi tempat penampungan mereka yang tidak punya rumah; yang dilakukan itu kemudian dikenal sebagai CharityFocus. Sekarang, ada 8500 relawan terlibat dalam aksi cinta kasih dalam dan dengan berbagai cara. CharityFocus masih sepenuhnya dijalankan dengan suka rela.

Pada 2001, Saya mengundurkan diri dan menjadi relawan penuh waktu. Saat itu saya tidak mempunyai mempunyai rencana untuk mampu bertahan lebih dari 6 bulan, tetapi sejauh ini semuanya baik-baik saja. :)

Sekitar pertengahan 2004, saya menikah dengan inspirasiku -- Guri Grewal. Ikrar pernikahan dari upacara pemberkahan sembilan-keyakinan kami adalah sumber pembelajaran, demikian juga dengan kisah bulan madu kami. :)
Saling mencintai menyatukan kami, tetapi Guri dan Saya tinggal bersama adalah agar bisa mencintai yang lain secara bersama-sama. Jadi pada Januari 2005, kami menggandakan taruhan. Kami meninggalkan segalanya menuju sebuah perjalanan dengan akhir yang terbuka luas, perjalanan (kaki) ibadah tanpa skenario, menyeberangi India, "untuk menggunakan tangan kami untuk melakukan kebaikan apa saja, menggunakan kepala (pengetahuan) untuk menjadi teladan yang menginspirasi siapa saja, dan menggunakan hati kami untuk mengembangkan kebenaran(dharma-truth)."

Untuk informasi lebih jauh dari Nipun boleh ke personal bio.

Serba serbi..

Saya percaya untuk melakukan sesuatu dengan sepenuhnya. saya termasuk yang paling muda saat kuliah pada usia 17 tahun, tapi lulus hanya sesudah 21 tahun, karena menghabiskan beberapa tahun untuk bermain tenis :) saat 11 tahun, saya bermain roller skating dan menjadi yang kedua secara nasional. Sebagai pemain baru, saya pernah mengalahkan seorang Master dari Russia dalam permainan catur. Pada hari pertamaku bermain ski, saya menaklukkan sebuah turunan dengan tingkat kesulitan black diamond.`

Saya tidak percaya kepada kebetulan. Lima perjalanan, lima lama Tibet yang tidak bisa berbahasa Inggris secara random datang ke rumah kami semalam sebelum untuk pertama kalinya saya muncul di depan TV: sebuah interview Live setengah jam bersama CNN International. saya bertemu dengan seorang Shankracharya, di jalanan India. Dan , di New York, saya ngobrol setengah jam dengan Richard Gere. Full name: Nipun Mehta

Age: 32
Hometown: Berkeley, Calif.
Current position: Founder, CharityFocus.org
First job: Paper route with the San Jose Mercury News
Favorite job: Current one
Education: B.S. in Computer Science/Philosophy, Univesity of California at Berkeley
Years in the industry: About 12 in technology, 10 in nonprofit
How I got here in 10 words or less: By coupling IQ with EQ and CQ (compassion quotient).
Best advice: "You won't solve all the problems of the world, but just make sure you aren't a problem for the world to solve."; "Be the change you wish to see."
Skills you need: "Ability to be useful to everyone, using your intellect creatively, and learning design principles from nature."
Where you should start: "Wherever you are. Think about what makes you come alive, and start doing it. You'll be surprised at how life organizes itself around your deepest beliefs."

Q: Salary range for your position?
A: Depends on the organization and donations, but nonprofit directors can earn salaries equal to directors in business. Rather quickly, I saw that many of my dot-com colleagues had this hunger for unconditional service, too, so I started to organize informally. That gave birth to CharityFocus. What went around really did come around for me. For the last six years, I haven't had a formal income, but I'm embedded in a community that (supports) the offerings I provide. It seems like a bit of a novelty, but indigenous cultures and monastic traditions across the world have long been rooted in this gift-economy paradigm.

Q: You started out at Sun Microsystems, but always had a hand in nonprofit work. Why did you finally walk away from your engineering position at Sun?
A: In many ways, I was a product of the 1990s Silicon Valley, dot-com scene. While there was a lot of energy, creativity and enthusiasm around innovation, a lot of it was rooted in a form of self-centered greed. I stayed at Sun Microsystems and over time, I walked away. I loved what I was doing and the people I worked with (but) I wanted to experiment with this idea of giving without any strings attached, doing things just for the love of it.

Q: For a lot of people, ditching a steady paycheck is a daunting prospect. How did you manage it? A: Initially, this 'How will I pay my rent?' fear creeps in. I figured if I dramatically simplified my life and consulted whenever I needed the money, I could easily buy myself six months of freedom within a year. So I started eating at home instead of fancy restaurants, waiting for the DVDs instead of going to theaters, and so on. How You Can Get There, Too

Q: How has CharityFocus evolved from its founding days?
A: CharityFocus still works at the intersection of volunteerism, gift-economy and technology, but its manifestations have evolved radically. We started off by building Web sites for nonprofits, but today, CharityFocus has grown into an incubator of gift-economy projects ranging from "good news" newsletters to Web portals and social networks to a film-production company to a print magazine to even a local restaurant. Over the years, the scale of our work has shifted dramatically, but we have always held integrity with our three guiding principles -- be volunteer-run, don't fundraise, pay attention to the process. Because our gift-economy modality requires us to not charge, fundraise or advertise, the CharityFocus infrastructure is sustained primarily by "social capital" and that always keeps things interesting.

Q: Do you ever miss having a regular job?
A: Not at all. I get to be creative and innovative with technology, I get to be with really inspiring people, I get to work in a way that is in integrity with my deepest values, and I get to open each door and ask, "How can I be of service?" It's much harder than 9-to-5 kind of work. My wife jokes that I need to get my boss to give me weekends off -- but it always leaves me with a smile on my face.

Q: What do you say to people who want to serve but also want to make money?
A: Everyone holds a unique puzzle piece for our collective progress, and it's important to do what we are called to do. Whether you aim to be a billionaire or penniless monk or anywhere in between, everyone can serve because service is simply a commitment to (doing it). The heart of service, though, holds a subtler question about how we make our offerings visible. If you donate money, perhaps you might give in a trust-driven way. If you do innovative research, perhaps you can include the benefit of under-represented constituencies. If you have a lot of influence, perhaps you can inspire others by being an example.

Thursday, September 10, 2009

Thien Sou : "Berkah" atau "Tugas Baru"?

Hanya sepuluh hari berlalu, dan telah demikian banyak hal yang terjadi.

Dalam sepuluh hari terakhir, dua kali sudah kami pergi ke Ciapus.

Kunjungan kedua (saya mulai dengan kunjungan kedua karena membawa kabar baik), adalah pada hari rabu tanggal 02Sept'09, bersama Huang cs Min Yu dan kedua san chai. Kunjungan kedua ini bertepatan dengan gempa bumi Tasikmalaya yang terjadi sekitar pukul 15.00 sore hari. Saya akan ingat pasti jam-nya karena saat itu kami dalam perjalanan pulang, hehe.. dan perjalanan kami tertahan duren yang digantung di pinggir jalan, kisah selanjutnya tentu anda bisa tebak sendiri. Bukankah ini merupakan kabar yang menggembirakan? FYI, seluruh duren yang relatif baik, manis, dan kering yang berhasil menahan kami tersebut adalah dari Ciapus.

Kunjungan pertama adalah pada sehari sebelumnya hari selasa, tanggal 01 sept'09, kami berangkat berenam (minus Nandez dan Hui), tetapi bersama Suk bogor.

Janjinya kami berkumpul pada 7.30 pagi, tetapi kembali kami gagal berangkat ontime. Rasanya kami perlu belajar untuk 'time punctual'. Lelet bukanlah suatu tradisi yang layak untuk dilestarikan. Akhirnya semuanya baru lengkap pada pukul 8.30. Hari ngumpul seperti ini tidak akan lengkap tanpa semangkok mie. Tidak ingin mengulangi pilihan salah (Mie lambretta) pada kunjungan sebelumnya, kali ini pilihan jatuh pada kantin Mitra Jembatan Besi, dan ternyata yang kali ini tidak salah. Enak, ekonomis, bersahabat dan teh hijau gratis (Jin, Thanks ya!! ). Sesudah makan kenyang dan minta dibungkus untuk bekal makan siang, kamipun segera meluncur ke Bogor, nyari A-Suk (trjmh: paman, dalam bahasa mandarin Jakarta) Bogor.

Mencari rumah Asuk, memerlukan perjuangan tersendiri, karena saya sudah lupa tempatnya, sehingga terpaksa bertanya berulang-ulang, tidak juga mendapatkan petunjuk, saya kemudian memanggil keras-keras dari rumah-ke rumah. Dulu-dulu sekali saya pernah berkunjung sekali, belasan tahun yang lalu. Rumah Asuk masih seperti dulu, (maaf ya Suk..) tidak terawat, penuh barang tua yang dikumpulkan dari sana sini. Sangat disayangkan, mengapa ada orang yang ulet, ramah, pekerja keras, ringan tangan untuk membantu, mengapa tetap sulit keluar dari kondisi kehidupannya??
Semoga Kampung Kasih bisa menjadi satu tempat yang baik untuk hari tuanya.
Semoga kampung kasih bisa membantunya keluar dari pusaran karma-nya,
menjadi sebuah tempat yang ideal, sehingga ia dengan mudah menanggalkan kemelekatannya,
bisa menularkan kepadanya konsep ekonomi yang lebih sehat,
menawarkan sebuah kehidupan yang lebih layak untuk Asuk, dan banyak orang tua lainnya.



Sudah mendekati siang saat kami tiba di tanah bakal KKC. Tidak sabaran lagi, kami segera turun untuk melihat hasil pembukaan lahan yang sudah kami pesankan kepada pak Ijong pada kunjungan yang sebelumnya, dan itu sedikit banyak membantu untuk memahami bagaimana kelak lahan ini akan dimanfaatkan....


10600m2 tanah awal ini, di sebelah selatannya adalah gunung salak yang menjadi sandaran belakang, berbatasan dengan sebidang tanah yang sangat indah seluas 5 ha.
Ke sebelah barat berbatasan dengan tanah pak Arifin, yang akan membentuk sayap kiri.
Ke sebelah timur berbatasan dengan tanah pak Syamsudin, yang akan membentuk sayap kanan.
Ke sebelah utara berbatasan dengan tanah PMC yang akan menjadi altar depan.
Secara keseluruhan dapat dibentuk bagaikan sebuah bentuk 'kursi'.



Sesudah selesai ukur sana sini, dan pamit dengan pak Ijong, kami menuju tempat 'survei' yang selanjutnya. Kali ini tidak ke pura, juga bukan ke Myogyo Ji, tetapi menuju curug Nangka dan curug Kawung. Kedua curug ini ternyata sangat dekat dari bakal KKC, hanya sekitar 3 km-an dari jalan raya, hingga menemukan pertigaan, selanjutnya mengikuti papan petunjuk mengambil arah ke kiri di pertigaan. Dari pertigaan perlu masuk ke dalam sekitar 500m dan tibalah di gerbang.

Begitu melewati gerbang pengutipan retribusi, kami langsung disambut oleh dua baris cemara yang berbaris rapi. Saking indahnya, ada yang sudah tidak sabaran untuk segera kembali mengunjungi bersama "some 'special' one"....


Di akhir jalan, ada beberapa warung untuk pengunjung. Kami memilih salah satu warung, dan mungkin kelak kami akan setia kepada warung 'kopi celup' ini, karena si Ibu harusnya sudah lebih mengerti bagaimana mengikuti kebutuhan diet kami yang special. Si Ibu juga tidak melarang kami makan dari bekal yang kami bawa dari Kantin Mitra.

Sebenarnya Curug Nangka dan Kawung tidak sangat besar, juga tidak tinggi. namun untuk sebuah tempat yang masih terpencil, demikian dekat dengan Jakarta, masih asri, tempat ini akan sangat cocok untuk menjadi tempat 'memperkenalkan' alam kepada masyarakat urban. Dan tempat ini masih dalam jarak yang memungkinkan untuk ditempuh dengan trekking dari KKC, dengan melewati pura di perjalanan, SEMPURNA!!!!
(Jika anda tidak anti narsisme, silahkan ke sini.)
Untuk salah satu tulisan lain mengenai Curug Nangka dan Kawung ada di sini.

*****



Dalam Ching Khou Pan Bali, tgl 4 Sept '09,
Thai Ce Se Siong mengatakan:

"Anda mempunyai niat yang mulia, itu adalah hal yang baik.
Akan bisa membantu, membereskan hidup banyak orang.
Sebagai orang yang melaksanakan Tao, tentu tidak dilarang untuk mengerjakan hal seperti ini, tetapi jika melibatkan orang yang terlalu banyak, berarti karma yang harus dipikul jugalah terlalu banyak.
Jadi personil awal, janganlah terlalu banyak.
Jika bisa tidak mengedepankan kepentingan diri sendiri,
hal ini akan sangat membantu bagi mereka yang membantu pelaksanaan Tao,
lebih lagi akan membawa manfaat bagi khalayak ramai dan semua makhluk.
Jika memang hal ini dapat dilakukan dengan baik,
Anda boleh juga memohon kepada Lao Se,
agar mengutus 'Pai Ku Sien Ce' (dewa biji-bijian) untuk membantu.
Paham ya.... Ingat baik-baik"


Keesokan Harinya, 5 sept '09
Lao Se sambil memberikan sebuah Ang Pao (amplop merah)
yang bertuliskan Thien Sou (usia panjang) sambil mengatakan:

"Kelak segala hal agar direnungkan dengan mendalam,
Semoga kamu tetap dalam koridor Wadah Ketuhanan"

Saya bertanya-tanya kepada diri sendiri
"Thien Sou", merupakan berkah ataukah penugasan baru????
Apakah saya masih menginginkannya?
Apakah saya ada cukup ketegaran?
Karenanya, ijinkanlah saya untuk berharap dan memohon.
Jika "Thien Sou" merupakan berkah,
bimbinglah saya agar bisa 'menghargai' dan kembali 'merawat' hidupku lagi,
bantulah saya untuk belajar berbahagia dalam hari panjang yang diberikan,
ajarkan juga cara mengumpulkan berbagai perlengkapan dan kemampuan,
untuk menghadapi kesendirian, yang menjadi musuh utama dari usia panjang.
Jika "Thien Sou" merupakan penugasan baru,
bimbinglah saya dalam pembelajaranku,
agar mempunyai cukup pemahaman dan kemampuan dalam memikul tugas ini,
pastikanlah saya memahami keadilan dan dedikasi untuk menjalankan peranku,
bekali kami secukupnya, dengan orang, dengan ide, dan peta perjalanan
dan jauhkan saya dari kesombongan dan sikap mementingkan diri sendiri,
yang sudah lama mencari celah dan momen yang tepat
untuk menyelinap dan bersemanyam di dalam hatiku.
"Thien Sou", merupakan berkah ataukah penugasan baru????
hati kecil sebenarnya mempunyai jawaban untuk segalanya:
"dua-duanya"
*****


Dalam 10 hari terakhir, beberapa kali rapat juga sudah dilakukan di kantor Angke, yang sudah selesai disekat.
Beberapa kali kunjungan untuk memahami pasar tradisional juga sudah dilakukan.
Pemesanan L 300 juga sudah.
Pembagian tugas antar 'pendekar' juga sudah dilakukan.
Upaya untuk mencari peralatan yang sesuai juga mulai dilakukan.
dan hal-hal lainnya..


*****
Sementara itu sosialisasi terus berlanjut,
dan berbagai tanggapan positif terus mengalir.
Dukungan moril dan pemberian semangat terus diterima.
Ada juga yang berkeinginan mengunjungi satu hari kelak,
ada juga yang memberi signal akan ikut berpartisipasi aktif kelak.
Trims ya semuanya.


*****

Saturday, August 29, 2009

Memahami sebelum dipahami

Janjinya sih kami mau berangkat jam 7.30. Tetapi Jim dan Tony baru tiba jam 8. Dan waktu setengah jam menunggu mereka saya pergunakan untuk mengetik selembar 'Kesepakatan Jual Beli" yang tadinya saya anggap cukup dengan tulis tangan. Segera kami ke ATM untuk mengambil 'uang tanda jadi' untuk Pak Ijong.

Selanjutnya tentu saja sarapan pagi. Saya seharusnya berterimakasih kepada Jim, Tony dan Willy. Kalau bukan karena mereka mana mungkin saya sarapan pagi.. Thx ya Bros. Kan En..Kan En.. Kami makan mie di Duta Mas (apa ya nama tempat itu??), dan ternyata mienya mereka siapkan dari cabang mereka yang di dalam pasar Duta mas....Ckck..lama amat tunggunya. Untung bukan nunggu taoge dari kampung kasih numbuh dulu.. Ckckck..
Sambil menunggu mie, saya nelpon Kuang Hui untuk minta maaf bahwa kami terlambat.
Dan ternyata saya tidak perlu minta maaf. Karena sebelum sempat bicara Hui nanya, "sudah sampai di mana?" Merasa bersalah saya jawab,"Masih nunggu mie." Tetapi sebelum saya sempat bicara lebih lanjut, Hui bilang,"Saya ga bisa ikut, dapat panggilan, dua kantor cabang........ (terlalu sering dia menghadapi permasalahan seperti ini, sehingga tidak perlu kita ingat, bisa makin cepat saya pikun mengingat apa yang dia katakan)... ". Kesimpulannya kami akan berangkat tanpa dia. Dan akhirnya...... mie tiba. Dan akhirnya makan... Dan akhirnya berangkat.

Ada beberapa tujuan yang mau dicapai hari ini..
1. Jim belum pernah ke Ciapus sebelumnya. Dia harus dipastikan menjadi bagian dari team inti. Menjadi board of founder bagi "Kampung Kasih Ciapus". Jika Jim selesai hanya tinggal meyakinkan Siong dan Wrendy.
2. Mempelajari lereng timur dari Gn Salak, karena jika melihat dari Google Map kelihatannya seluruh lereng timur Gunung Salak penuh dengan aliran anak2 sungai.
3. Memahami jalan alternatif ke lokasi.
4. Mengunjung Pura Parahyangan Agung Jagad dan Ciapus Myogyo Ji
5. Kalo masih sempat, akan mengunjungi salah satu curug terdekat, atau tempat perkemahan Gunung Bunder untuk memahami daya jual pariwisata.
6. Last but the most important, mencapai kesepakatan dengan Pak Ijong.
Oooops.. banyak sekali ya (ternyata saya selamanya serakah). Ntah berapa yang akan terlaksana.

Memasuki Batu Tulis, saya minta Willy mengambil tikungan tajam ke kiri, arah Cijeruk. Di pertigaan kami meminta pendapat dari dua orang bapak yang lagi nongkrong. Walau kedua bapak telah geleng-geleng kepala tidak menganjurkan kami mengambil jalan melalui Cijeruk, saya tetap keras kepala mengatakan "terima kasih, saya ingin tahu bagaimana keadaan jalannya."
Kata orang 'malu bertanya sesat dijalan'. Saya 'rajin bertanya tetap saja sesat'. Nah inilah yang terjadi kalo ngikutin GPS (Global Positioning System) yang telat mulu. Perjalanan yang harusnya tidak lebih 40 menit menjadi 2 kali lipat. Tapi yang penting kami jadi paham, jalan dari sisi ini tidak lebih baik, terlalu banyak anak sungai, terlalu terjal. FYI, banyak anak sungai sama artinya dengan harus turun hingga ke sungai, nyeberang jembatan, naik lagi, untuk kemudian turun lagi ke anak sungai yang lain... walah..

Jam 11, Wrendy nelpon. Ampun, ternyata saya lupa inform kami akan berangkat sangat pagi sehingga dia tidak bisa ikut.. Dia ternyata nungguin terus di kantor dan bertanya-tanya mengapa saya tidak turun-turun, baru akhirnya menyadari kami telah berangkat jam 8.. Next time ya Eng..

Sesuai janji dengan Pak Ijong, kami langsung ketemu di lokasi. Setelah memperkenalkan teman2, Pak Ijong meminta Abdoel, penunggu tanah pak Arifin untuk menemani kami berkeliling lokasi. Dan inilah kali pertama kami melihat dan mengelilingi keseluruhan lokasi.
Setelah diteliti, ternyata lokasi yang paling bawah adalah sebuah cekungan. Tapi sesudah mempertimbangkan kondisi keseluruhan, lokasi ini masih sangat memungkinkan untuk dimaksimalkan. Satu kondisi yang tidak menyenangkan adalah cekungan tentu saja menampung segala jenis limbah yang mengalir dari atas lereng, dan di bagian atas ada eks peternakan ayam. Berarti PR tambahan untuk menetralisir limbah peternakan agar kelak tanah cocok dipergunakan untuk pertanian organik.

Target selanjutnya adalah meyakinkan Pak Ijong untuk menerima proposal kami. Pertemuan awal dilakukan di rumah peristirahatan Pak Arifin. Karena sudah pertemuan yang ke sekian, saya langsung ke point inti, bahwa secara finansial kami lemah, dan kami ingin Pak Ijong membantu, kami ingin Pak Ijong menyatu dengan Project, dengan komunitas ini. Bahwa Project ini baru bisa jalan apabila kami nyicil tanah dia, karena kalaupun ada uang, uangnya akan kami pakai untuk infrastruktur. Bahwa kami akan mulai dengan taoge, bahwa tanah dia akan kami bayar dengan taoge yang dihasilkan, bahwa bila dia berkenan kami akan berikan dia taoge untuk dijual....
Pernahkah anda mendengar tentang orang membeli tanah bayar taoge? Dalam Karunia Yang Maha Kuasa, Pak Ijong bisa memahaminya. (Kok bisa ya?)..
Selanjutnya seperti kebiasaannya, transaksi harus dilakukan di dalam rumah, ga boleh di luar. Ga ngerti tuh apa alasannya? Jadi perlu ke rumah Pak Ijong. Tapi sebelumnya, kami menyampaikan bahwa kami akan terlebih dahulu naik mengunjungi pura, karena lebih sejalan.

Ini sudah kunjunganku yang kesekian kali ke pura Ciapus, yang berada tepat di bawah hutan lindung, sehingga sangat tenang, kusuk, Tapi kali ini kami datang di tengah siang terik, dan pura sangat ramai dengan pengunjung, jadi kami yang lain merasa kurang nyaman untuk naik ke pura karena akan mengganggu ibadah. Tapi tidak demikian untuk Jim yang baru berkunjung untuk pertama kalinya. Dia (yang memang sifat sejatinya seperti itu) tiada henti memotret dan merekam, juga minta dipotret, minta direkam, memotret diri sendiri, merekam diri sendiri, sambil bicara sendiri, dan pasti, sangat ingin naik ke pura tentu saja untuk potret. Tetapi yang lain enggan, karena toh kelak akan sangat sering untuk berkunjung kembali.

Turun dari pura kami ke tempat pak Ijong, dan semuanya lancar. Bukan hanya menyicil tanahnya sampai 2 tahun (seperti beli kulkas aja ya, ternyata Pak Ijong walau tinggal di desa cara kerjanya sama seperti pengusaha real estate di kota besar, cicilan tanpa beban bunga. KSTEST). Belum yang satu beres, Beliau sudah menyampaikan lagi dia punya banyak tanah lainnya. Ternyata tampang kami-kami ada aura kejujuran,...(terharu mode on). Intinya semuanya lancar. Kami juga minta lokasi sedikit dibersihkan, dirapihkan agar kondisi tanah bisa terlihat jelas saat kunjungan selanjutnya hari selasa depan.

Karena sudah kesorean, kami membatalkan kunjungan ke curug dan mengalihkan kunjungan ke Myogyo Ji, salah satu vihara induk bagi aliran nichiren (saya tidak paham yang mana). Ternyata di sana hari ini ada peresmian atau perayaan apa gitu untuk STAB Samantabadhra (kami perkirakan sebagai Sekolah Tinggi Agama Buddha, semoga ga salah ya). Di sana kami menjadi pengunjung gelap, ikut berapresiasi, terkagum-kagum dengan pertunjukkan kebudayaan yang disuguhkan. Salah satu yang terbaik adalah sekelompok wanita yang memukul gendang, diiringi gamelan oleh pria. Para wanita tidak hanya bermain gendang, tapi menyatukannya dengan tarian, ada bagian kemudian menari dengan memegang kipas.
yang saat digerak buka-tutupkan, mengeluarkan suara yang mengimbangi gamelan, mereka juga menari di atas gendang mereka..
Wualah Mak,.. tolong anakmu Mak, lagi nangis.
Menyaksikan mereka kami semakin yakin dengan visi Kampung Kasih, semakin tertantang bahwa harusnya kami pun bisa, semakin bertekad bulat bahwa Kampung Kasih adalah penting untuk membantu segala terobosan ke masa depan (Kok bisa ya...nantikanlah penjelasannya pada episode2 selanjutnya). Jim tentu saja melanjutkan memotret, dipotret, memotret dirinya sendiri...

Dengan ketidakhadiran Hui, berarti tidak ada diskusi tentang kelas 5 hari, tetapi tidak berarti makan siang menjelang sore kami ditiadakan. Tapi kami salah memilih resto (dear Prends: FYI, masakan Bakoel-bakoel, Bogor mengakibatkan kami yang semuanya vegetarian pada sakit perut karena kemungkinanmakananya kurang bersih untuk yang veggie. Mohon bantuannya agar lebih sering makan di sini, lebih sering ditatar, diberi tahu tentang apa itu veggie, Kong Te Wu Liang sebelumnya. Jangan kami yang nyobain mulu, sudah sakit perut, baru dear Prends berkunjung semua - (tolong himbauan ini ditanggapi dengan cerdas dan bijak!!!!! )).

Sambil makan, dan juga sepanjang perjalanan pulang, kami melakukan satu-satunya hal yang saat ini saya lakukan dengan bersemangat : "Membakar setiap orang dengan api kasih, agar segera mewujudkan Kampung Kasih."
Kami bercengkerama yang sebagian isinya seharusnya sensor.
Kami berbagi idealisme dan pandangan yang masih belum boleh diedarkan, karena belum mampu dicerna oleh khalayak ramai, berarti...... sensor.
Kami saling mengungkapkan berbagai strategi, melontarkan usul yang semuanya tentu saja confidential, jadi .. maaf .....sensor.

Tak sabar lagi menunggu the Founder of Kampung Kasih lengkap berkumpul,
yang masing2 datang dengan keunikan dan keahliannya yang berbeda,
apa yang akan bisa kami lakukan,
apa yang akan bisa kami hasilkan,
apa yang kami akan persembahkan,
apa yang akan kami wariskan,
semoga tidak mengecewakan..

Oh ya, tentang judul "Memahami sebelum dipahami"
adalah berkaitan dengan 'kemukjijatan' pak Ijong mensupport proposal kami.
ada lagu hokkian berbunyi ,"sha hun thi cu tia, Chi hun kho phak pia."
Kemukjijatan hari ini adalah sekian % Karunia Yang Maha Kuasa, dan sekian % yang lain karena sepenuhnya, setulus-tulusnya, berusaha "Memahami sebelum minta dipahami."

Dari berbagai tujuan yang mau dicapai hari ini:
1. Jim sekarang menjadi bingung: "Bogor or Jakarta??"
2. Lereng timur dari Gn Salak belum mampu ditelusuri, tapi jalan alternatif melalui daerah Cijeruk dapat dieliminasi.
3. Kunjungan ke Ciapus Myogyo Ji sangat tepat momen, kami belajar banyak sekali
4. Ga jadi ke curug, boro-boro Gunung Bunder
5. Pak Ijong. Thx ya....


Note: Lagu yang menjadi pembahasan dan lelucon hari ini liriknya adalah
"Mei You Chien Ni Huei Ai Wo Ma???
Cien Tan Te I Ci Hua"